Dulu rokok identik dengan kaum laki-laki, tapi sekarang banyak perempuan yang juga merokok. Diketahui semakin tinggi karir yang dimiliki oleh seorang perempuan, maka jumlah rokok yang dihisap akan semakin banyak.
Para peneliti mengungkapkan jutaan perempuan di negara berkembang berisiko sakit dan kematian dini dalam beberapa dekade mendatang karena meningkatnya status ekonomi dan politik yang mendorongnya merokok lebih banyak.
Sebuah analisa yang dilakukan di 74 negara menemukan laki-laki 5 kali lebih mungkin untuk merokok dibanding perempuan yang berada di negara-negara dengan tingkat pemberdayan perempuan rendah seperti China, Indonesia, Pakistan, Arab Saudi dan Uganda.
Namun di negara-negara dengan pemberdayaan perempuan yang relatif tinggi seperti Australia, Kanada, Norwegia, Swedia dan Amerika Serikat, kesenjangan ini jadi kecil dan perempuan merokok hampir sama seperti laki-laki.
"Di banyak negara epidemi tembakau masih dalam tahap awal, tapi diperkirakan akan memburuk. Dibutuhkan otoritas yang bertindak cepat mengekang peningkatan rokok di kalangan perempuan, khususnya di negara-negara miskin," ujar Douglas Bettcher, direktur World Health Organization (WHO) tobacco free initiative, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (27/1/2012).
Bettcher menuturkan langkah-langkah pengendalian tembakau yang kuat seperti larangan terhadap iklan rokok. Hal ini diperlukan karena tembakau membunuh hingga setengah penggunanya yang menjadi salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia.
Para ahli mengungkapkan korban meninggal per tahun terkait dengan tembakau lebih dari 5 juta orang, tapi bisa meningkat hingga 8 juta pada tahun 2030 jika tidak ada tindakan yang diambil untuk mengendalikan rokok.
Studi ini memperkirakan pria merokok 5 kali lebih banyak dibanding perempuan di seluruh dunia, tapi rasio perempuan dan laki-laki yang merokok secara drastis bervariasi.
"Pemerintah harus melihat lebih dekat cara-cara industri tembakau memanfaatkan perubahan sosial untuk menargetkan perempuan, seperti pemasaran rokok dengan perempuan sebagai simbol emansipasi," ujar Sara Hitchman, rekan penulis.
Peningkatan jumlah perokok perempuan ini karena beberapa diantaranya menganggap rokok bisa menjaga tubuhnya tetap langsing sehingga lebih menarik karena jadi tidak doyan makan. Padahal itu pemikiran yang salah, karena rokok membuat kulit kering, kusam, mempercepat timbulnya keriput yang membuat penampilannya tidak menarik.
Selain itu rokok juga bisa mempengaruhi kesehatan reproduksi dan kesuburannya yang membuat ia jadi sulit hamil. Jika kebiasaan ini terbawa hingga ia hamil, maka bisa membahayakan kesehatan janin yang dikandungnya.
Para peneliti mengungkapkan jutaan perempuan di negara berkembang berisiko sakit dan kematian dini dalam beberapa dekade mendatang karena meningkatnya status ekonomi dan politik yang mendorongnya merokok lebih banyak.
Sebuah analisa yang dilakukan di 74 negara menemukan laki-laki 5 kali lebih mungkin untuk merokok dibanding perempuan yang berada di negara-negara dengan tingkat pemberdayan perempuan rendah seperti China, Indonesia, Pakistan, Arab Saudi dan Uganda.
Namun di negara-negara dengan pemberdayaan perempuan yang relatif tinggi seperti Australia, Kanada, Norwegia, Swedia dan Amerika Serikat, kesenjangan ini jadi kecil dan perempuan merokok hampir sama seperti laki-laki.
"Di banyak negara epidemi tembakau masih dalam tahap awal, tapi diperkirakan akan memburuk. Dibutuhkan otoritas yang bertindak cepat mengekang peningkatan rokok di kalangan perempuan, khususnya di negara-negara miskin," ujar Douglas Bettcher, direktur World Health Organization (WHO) tobacco free initiative, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (27/1/2012).
Bettcher menuturkan langkah-langkah pengendalian tembakau yang kuat seperti larangan terhadap iklan rokok. Hal ini diperlukan karena tembakau membunuh hingga setengah penggunanya yang menjadi salah satu ancaman terbesar kesehatan masyarakat dunia.
Para ahli mengungkapkan korban meninggal per tahun terkait dengan tembakau lebih dari 5 juta orang, tapi bisa meningkat hingga 8 juta pada tahun 2030 jika tidak ada tindakan yang diambil untuk mengendalikan rokok.
Studi ini memperkirakan pria merokok 5 kali lebih banyak dibanding perempuan di seluruh dunia, tapi rasio perempuan dan laki-laki yang merokok secara drastis bervariasi.
"Pemerintah harus melihat lebih dekat cara-cara industri tembakau memanfaatkan perubahan sosial untuk menargetkan perempuan, seperti pemasaran rokok dengan perempuan sebagai simbol emansipasi," ujar Sara Hitchman, rekan penulis.
Peningkatan jumlah perokok perempuan ini karena beberapa diantaranya menganggap rokok bisa menjaga tubuhnya tetap langsing sehingga lebih menarik karena jadi tidak doyan makan. Padahal itu pemikiran yang salah, karena rokok membuat kulit kering, kusam, mempercepat timbulnya keriput yang membuat penampilannya tidak menarik.
Selain itu rokok juga bisa mempengaruhi kesehatan reproduksi dan kesuburannya yang membuat ia jadi sulit hamil. Jika kebiasaan ini terbawa hingga ia hamil, maka bisa membahayakan kesehatan janin yang dikandungnya.