Indonesia Memang Bangsa Tempe

Zona Malam - China dan Jepang telah lama terkenal suka mengolah kedelai menjadi makanan tradisional. Pun dengan Indonesia sudah beradad-abad lalu mengolah kedelai menjadi makanan tradisonal khas negeri ini, yaitu tempe. Tempe. Iya makanan yang sering dipandang sebelah mata ini memang asli Indonesia. Tempe sudah ada sebelum abad ke 16 di tanah Jawa, khususnya di daerah Solo dan Yogyakarta sekarang.

Nah ngomong-ngomong soal tempe makanan asli produk anak negeri —- sepertinya negara tetangga yang suka klaim, kali ini moga-moga gak minat dengan tempe — baru-baru ini televisi nasional dari Jepang, NHK mengadakan liputan mengenai tempe di daerah asalnya, Bantul, Yogyakarta. NHK mengadakan liputan tentang tempe dari tanggal 19 hingga 27 September 2011, keliling Jogya demi yang namanya Ngetemi eh maaf, tempe.

Menurut produser dari NHK, Chieri Kakuda. Keinginannya meliput pembuatan tempe di tempat asalnya kerena penikmat tempe di Jepang selama 5 tahun belakangan ini terus meningkat. Apalagi tempe mempunyai kesamaan, mirip dengan makanan tradisional negeri Sakura, Nato. Walaupun memang tempe belum bisa menyaingi ketenaran Nato di sana.

Rustono si Raja Tempe
Ketenaran tempe belakangan ini di Jepang tidak bisa tidak bila tanpa andil tangan dingin dan kerja keras seorang laki-laki dari kota kecil Grobogan Jawa Tengah yang telah tinggal dan berkeluarga selama 14 tahun di Jepang. Rustono nama laki-laki itu. King of tempe julukannya di sana. Mantab pisan.

Rusto’s Tempeh. Dengan label tersebut, tempe mampu menjadi makanan favorit yang menyebar hampir di seluruh kota di Jepang. Padahal dulu tempe produksi Rustono hanya diedarkan dari pintu ke pintu dengan skala produksi rumahan. Sekarang dalam 5 hari kapasitas produksinya mencapai 16.000 bungkus tempe ukuran 200 gram.

Itulah hasil dari perburuan ilmunya selama tiga bulan untuk mempelajari teknik pembuatan tempe kepada 60 pengrajin tempe di seluruh Jawa. Perjuangan itu akhirnya berbuah manis.

Mental Tempe atau bangsa Tempe?
Kata tempe pernah atau bahkan masih dipakai saat ini untuk menunjukkan sesuatu yang berkonotasi lembek. Lemah atau pecundang. Bung Karno sendiri sering menyebut kata tempe dalam pidatonya ” jangan menjadi bangsa tempe”.

Maaf bung Karno. Kalau saya berani katakan kalau kita kini telah benar-benar menjadi bangsa tempe. Bangsa tempe dalam arti yang sesungguhnya.

Kenyataan memang berbicara demikian. Indonesia merupakan produsen terbesar tempe di dunia dan pangsa pasar terbesar untuk kedelai di dunia. 50 % dari konsumsi kedelai di Indonesia dibuat menjadi tempe. 40% diolah jadi tahu dan 10 % sisinya jadi produk lainnya. Semisal kecap.

“Benar bukan kalau kita memang benar-benar bangsa tempe?”

Tempe makanan ajaib
Sudah banyak penelitian tentang tempe. Sudah banyak buku yang mengulas keajaiban tempe. Sehingga istilah otak tempe, mental tempe atau bangsa tempe(yang berkonotasi negatif) sepertinya sudah tidak relevan lagi dipakai untuk merendahkan.

Terbukti, tempe mempunyai kandungan protein yang tinggi. Bahkan kandungan gizi tempe ternyata mampu mengimbangi gizi yang dikandung oleh daging sapi. Sepotong tempe ukuran 50 gram sudah cukup mampu untuk mendongkrak mutu gizi 200 gram nasi. Wajar bila gara-gara tempe banyak tawanan perang dunia II saat pendudukan Jepang banyak terhindar dari diare dan busung lapar.

Belum aneka vitamin yang terkandung didalamnya. Ada vitamin B Komplek, A, D juga E. Lemak tak jenuh juga dikandung oleh tempe. Sangat cocok buat yang lagi perang dengan kolesterol jahat. Disamping itu tempe juga mengandung mineral dan antioksidan yang diperlukan tubuh.

Tuhan itu Maha Adil. Terbukti, dengan makanan yang dipandang sebelah mata. Murah dan akrab dikonsumsi oleh rakyat kecil yang ada di luar tembok kaum elite, namun ternyata tempe lahir dengan segudang keajaibannya. Tempe hadir di atas meja makan kita dengan sejuta ceritanya. Tempe yang dulu diremehkan itu kini telah mendunia.
“Sudah makan tempe hari ini?” “saya makan satu, eh dua sama tahu”