“Dulu, ketika aku menikah, tidak
pernah berpikir punya anak seperti apa, gimana jaganya, biayainya
sekolah hingga lulus kuliah nanti… tapi kujalankan saja…
Ketika melahirkan dirinya,
hampir diriku menyerah, tapi demi melihatnya lahir ke dunia ini, tumbuh
besar dan menjadi anak yang berguna, aku terus berjuang, walaupun harus
berkorban diri ini demi kehadiran dirinya di dunia ini…
Dia telah lahir ke dunia ini,
pertama kali melihatnya, ada perasaan bergejolak di diriku, aku terharu
dan bangga sekali bisa membawanya ke dunia ini, aku berjanji, apapun
yang terjadi, gimanapun susahnya hidup ini, anak ini harus kubesarkan
dengan kedua tanganku…
Tidak mudah untuk membesarkan
dirinya, dia bandel sekali ketika kecil, suka bermain lupa waktu,
berteman dengan anak-anak nakal, tidak mau makan, susah disuruh mandi,
susah dibujuk tidur waktu malam hari, kadang dia marah dan bentak
padaku, kadang dia mengejekku, kadang juga dia menghinaku…
Ketika besar, dia merasa diriku
terlalu membatasi dirinya, ini tidak boleh, itu tidak boleh, dia juga
merasa aku terlalu kolot, ketinggalan jaman, tidak mengerti apa maunya,
tidak setuju terhadap setiap kelakuannya…
Kadang sakit hati sekali diriku
ini, tapi ingat ketika pertama kali menggendongnya, ketika
melahirkannya, semua sakit ini hilang seketika… dia adalah anakku, anak
kesayanganku…
Aku telah berjanji akan membesar
dirinya, apapun yang terjadi, rintangan apapun yang kuhadapi, karena
dia anakku… Harapanku besar kelak dia bisa menjadi anak yang berguna…
Aku cinta padamu, anakku…
Karena kau lah, yang memberikan
kekuatan pada diriku, membuatku mau bekerja keras pagi-siang-sore-malam,
tidak takut akan sakit, derita.. Karena kehadiran dirimu lah membuat
diriku ada artinya, bisa membesarkan dirimu dan mendengarkanmu
memanggilku IBU, sungguh senang rasanya hati ini…
Aku tidak berharap banyak, hanya
suatu saat, ketika dirimu sudah besar, kamu dapat menjadi anak yang
baik, bisa hidup yang enak. Ibu mungkin sudah tua, tidak bisa hidup lama
lagi, badanku ini sekarat, kerutan muka sudah banyak, perjalananku
tidak lama lagi.
Anakku, jika kamu bekerja keras,
tidak perlu sampai memberikan rumah yang bagus, uang yang banyak,
semuanya itu untuk dirimu saja. Ibu hanya berharap kamu mau menyisihkan
sedikit waktumu untuk menemani masa-masa tua ibu, bisa disamping ibu dan
ngobrol dengan ibu, itu sudah lebih dari cukup…
Ibu Bangga denganmu, nak,
mungkin tidak pernah terucap lewat kata, tapi ini ibu rasakan dari lubuk
hati yang dalam… Maafkan jika selama ini ibu pernah marah denganmu,
memukulimu, melarangmu ini itu, semua ini demi kebaikanmu, nak…
Ibu Cinta padamu… dari dulu, sekarang, dan selamanya…”